Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TEGAL
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2021/PN Tgl 1.Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia
2.Miftachudin
3.Komar Raenudin
4.Edy Kurniawan Fitrianto
5.Teqwi Ghana Priyagung
1.Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tegal
2.Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
3.Jaksa Agung Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 28 Des. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2021/PN Tgl
Tanggal Surat Selasa, 28 Des. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia
2Miftachudin
3Komar Raenudin
4Edy Kurniawan Fitrianto
5Teqwi Ghana Priyagung
Termohon
NoNama
1Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tegal
2Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
3Jaksa Agung Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun Yang Menjadi Dasar Diajukannya Permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan A Quo Adalah Sebagai Berikut :

TUJUAN DAN WEWENANG PRAPERADILAN

 

1. Berdasar Penjelasan Pasal 80 KUHAP ( Bukan Pasal 80 KUHAP ) Berbunyi :

“Pasal Ini Bermaksud Untuk Menegakkan Hukum, Keadilan Dan Kebenaran Melalui Sarana Pengawasan Secara Horizontal.”

2. Berdasar Pasal 82 Ayat (1) Huruf (B) KUHAP Berbunyi :

“Dalam Memeriksa Dan Memutus Tentang Sah Atau Tidaknya Penangkapan Atau Penahanan, Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau Penuntutan, Permintaan Ganti Kerugian Dan Atau Rehabilitasi Akibat Tidak Sahnya Penangkapan Atau Penahanan, Akibat Sahnya Penghentian Penyidikan Atau Penuntutan Dan Ada Benda Yang  Disita Yang Tidak Termasuk Alat Pembuktian, Hakim Mendengar Keterangan Baik Dari Tersangka Atau Pemohon Maupun Dari Pejabat Yang Berwenang “;

3. Berdasar Diktum Menimbang KUHAP :

    Menimbang:

A. Bahwa Negara Republik Indonesia Adalah Negara Hukum Berdasarkan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945 Yang Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia Serta Yang Menjamin Segala Warganegara Bersamaan Kedudukannya Di Dalam Hukum Dan Pemerintahan Dan Wajib Menjunjung Hukum Dan Pemerintahan Itu Dengan Tidak Ada Kecualinya;

B. Bahwa Demi Pembangunan Di Bidang Hukum Sebagaimana Termaktub Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan.Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978) Perlu Mengadakan Usaha Peningkatan Dan Penyempurnaan Pembinaan Hukum Nasional Dengan Mengadakan Pembaharuan Kodifikasi Serta Unifikasi Hukum Dalam Rangkuman Pelaksanaan Secara Nyata Dari Wawasan Nusantara;

C. Bahwa Pembangunan Hukum Nasional Yang Demikian Itu Di Bidang Hukum Acara Pidana Adalah Agar Masyarakat Menghayati Hak Dan Kewajibannya Dan Untuk Meningkatkan Pembinaan Sikap Para Palaksana Penegak Hukum Sesuai Dengan Fungsi Dan Wewenang Masing-Masing Ke Arah Tegaknya Hukum, Keadilan Dan Perlindungan Terhadap Harkat Dan Martabat Manusia, Ketertiban Serta Kepastian Hukum Demi Terselenggaranya Negara Hukum Sesuai Dengan Undang-Undang Dasar 1945;

D. Bahwa Hukum Acara Pidana Sebagai Yang Termuat Dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) Dihubungkan Dengan Dan Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) Serta Semua Peraturan Pelaksanaannya Dan Ketentuan Yang Diatur Dalam Perundang-Undangan Lainnya Sepanjang Hal Itu Mengenai Hukum Acara Pidana, Perlu Dicabut, Karena Sudah Tidak Sesuai Dengan Cita-Cita Hukum Nasional;

E. Bahwa - Oleh Karena Itu Perlu Mengadakan Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana Untuk Melaksanakan Peradilan Bagi Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum Dan Mahkamah Agung Dengan Mengatur Hak Serta Kewajiban Bagi Mereka Yang Ada Dalam Proses Pidana, Sehingga Dengan Demikian Dasar Utama Negara Hukum Dapat Ditegakkan.

4. Bahwa Berdasar Alasan Penjelasan Pasal 80 KUHAP Dengan Jelas Menyatakan Meskipun Praperadilan Diatur Dalam KUHAP Yang Bersifat Formil Namun Justru Tujuannya Adalah Materiel Yaitu “Menegakkan Hukum, Keadilan Dan Kebenaran “ Dan Dengan Jelas Dapat Dimaknai Menegakkan Hukum Bukan Sekedar Demi Kepastian Hukum Atau Dapat Dimaknai Kepastian Hukum Adalah Kepastian Hukum yang Tegak Berlandaskan Keadilan Dan Kebenaran”;

5. Bahwa Frasa  “Sarana Pengawasan Secara Horizontal “ Penjelasan Pasal 80 KUHAP Tentunya Sangat Jelas Yang Bisa Melakukan Pengawasan Horizontal Adalah Hakim Pemeriksa Praperadilan. Hal Ini Tidak Ditemukan Dalam Sistem HIR Ataupun Hukum Acara Persidangan Pokok Perkara Tindak Pidana, Dengan Demikian Hakim Kedudukan, Tugas Dan Wewenangnya Sangat Tinggi Untuk Melakukan Kontrol Penuh Atas Dipatuhinya KUHAP Dalam Proses Penyidikan Dan Semua Upaya Paksa Yang Menyertainya Untuk Betul-Betul Melindungi Hak Azasi Manusia Sebagaimana Dirumuskan Diktum Menimbang KUHAP Huruf ( C ).

6.  Bahwa Frasa “Hakim Mendengar Keterangan Baik Dari Tersangka Atau Pemohon Maupun Dari Pejabat Yang Berwenang” Pada Pasal 82 Ayat (1) Huruf (B) Tidak Ditemukan Dalam HIR Maupun Hukum Acara Pidana Dalam Persidangan Pokok Perkara. Hakim Disini Jelas Harus Bersifat Sangat Aktif, Bukan Aktif Pasif Seperti Dalam Persidangan Pokok Perkara Pidana Atau Pasif Seperti Persidangan Perdata. Hal Ini Tentunya Dimaksudkan Hakim Harus Menggali Sedalam-Dalamnya Dalam Praperadilan Untuk Menentukan Apakah Penyidik Atau Penuntut Telah Menjalankan Tugasnya Demi Tegaknya Hukum, Keadilan Dan Kebenaran. Hanya Dalam Praperadilan Hakim Mendengar Keterangan Pemohon Sebagai Saksi, Yang Mana Hal Ini Tidak Mungkin Ditemukan Dalam Persidangan Pokok Perkara Pidana Maupun Perdata. Hakim Berkedudukan Sangat Tinggi Dalam Sistem Praperadilan Karena Ditangannyalah Selaku Pengawas Horizontal  Untuk Memastikan Penyidik Atau Penuntut Menegakkan Hukum, Keadilan Dan Kebenaran Serta Sesuai HAM;

TENTANG HAK DAN KEDUDUKAN HUKUM PARA PEMOHON

  1. Bahwa Berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, Praperadilan Terhadap Tidak Sahnya Penghentian Penyidikan Dan Penghentian Penuntutan Dapat Diajukan Oleh Penyidik/Penuntut Dan Pihak Ketiga Berkepentingan
  2. Bahwa Siapa Yang Dimaksud Dengan Frasa “Pihak Ketiga Yang Berkepentingan” Dalam Pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi Dalam Putusannya Pada Perkara Nomor 98/PUU-X/2012 Yang Diucapkan Tanggal 21 Mei 2013 Dimana Pemohonnya Adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Dalam Amar Putusannya  Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan Pemohon;

1.1.      Frasa “Pihak Ketiga Yang Berkepentingan“ Dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) Adalah Bertentangan Dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sepanjang Tidak Dimaknai “Termasuk Saksi Korban Atau Pelapor, Lembaga Swadaya Masyarakat Atau Organisasi Kemasyarakatan”;

Bahwa Berdasarkan Dalil-Dalil Tersebut Diatas, Maka Para PEMOHON Memiliki Kualifikasi Secara Hukum Untuk Bertindak Sebagai Pihak Ketiga Yang Berkepentingan Untuk Mengajukan Permohonan Praperadilan  a quo.

PENGHENTIAN PENYIDIKAN SECARA MATERIEL

  1. Bahwa Pasal 1 Butir 10 Point B, Uu No. 8 Tahun 1981 Kitab Undang­ Undang Hukum Acara Pidana Menjelaskan "Praperadilan Adalah Wewenang Pengadilan Negeri Untuk Memeriksa Dan Memutus Menurut Cara Yang Diatur Dalam Undang-Undang Ini, Tentang Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau Penghentian Penuntutan Atas Permintaan Demi Tegaknya Hukum Dan Keadilan";
  2. Bahwa Pasal 77 Huruf A Uu No. 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Menyatakan "Pengadilan Negeri Berwenang Untuk Memeriksa Dan Memutus, Sesuai Dengan Ketentuan Yang Diatur Dalam Undang-Undang Ini, Tentang Sah Atau Tidaknya Penangkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan Atau Penghentian Penuntutan";
  3. Bahwa Penghentian Penyidikan Dalam Permohonan a quo Adalah Permohonan Pemeriksaan Tidak Sahnya Penghentian Penyidikan Secara Materiil ;
  4. Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tidak Secara Tegas Menyebutkan Bentuk Penghentian Penyidikan Harus Berupa Surat Penghentian Penyidikan. Ini Berbeda Dengan Penghentian Penuntutan Yang Ditegaskan Dalam Pasal 140 Ayat (2) Huruf A Menyatakan Penghentian Penuntutan Dituangkan Dalam Surat Ketetapan.
  5. Bahwa Berdasarkan Pasal 1 Angka 2 KUHAP, Penyidikan Didefinisikan Sebagai Serangkaian Tindakan Penyidik Dalam Dalam Hal Dan Menurut Cara Yang Diatur Dalam Undang-Undang Ini Untuk Mencari Dan Mengumpulkan Bukti Yang Dengan Bukti Itu Membuat Terang Tentang Tindak Pidana Yang Terjadi Dan Guna Menemukan Tersangkanya.
  6. Bahwa Dalam Pasal 109 Ayat (2) KUHAP, Memang Diatur Bahwa Jika Penyidik Menghentikan Penyidikan, Maka Wajib Memberitahu Penuntut Umum Dan Tersangka Atau Keluarganya.

Namun, Dalam Prakteknya, Penyidik Jarang Menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (Sp3) Dengan Alasan Khawatir Korban/Pelapor Akan Melakukan Pra Peradilan. Akibatnya, Tak Jarang Penyidik Mendiamkan Perkara Hingga Perkara Tersebut Tidak Dapat Diproses Karena Terjadi Daluwarsa Penuntutan Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 78-80 KUHP.

Kalaupun Penyidik Melakukan Pelimpahan Berkas Perkara, Terjadi Pelimpahan Bolak - Balik Yang Tak Kunjung Selesai Antara Penyidik Dengan Jaksa Peneliti Berkas, Karena Penyidik Enggan Atau Tidak Melaksanakan Petunjuk Yang Diberikan Jaksa Agar Berkas Dapat Dinyatakan Lengkap Sebagai Dasar Menyusun Dakwaan Ataupun Jaksa Memberi Petunjuk Subyektif Yang Sulit Dipenuhi Oleh Penyidik;

  1. Bahwa Karena Tidak Terdapat Panduan Baku Dalam KUHAP Dan Rawan Terjadi Penyimpangan Di Dalam Pelaksanaannya, Maka Beberapa Hakim Melakukan Terobosan Dengan Melakukan Penafsiran Atas Perbuatan-Perbuatan Penyidik Yang Dikategorikan Sebagai Bentuk Penghentian Penyidikan Sebagaimana Dimaksud Dalam Frasa “Penghentian Penyidikan” Dalam KUHAP, Melalui Beberapa Putusan Pengadilan, Yaitu :
  1. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor : 01/PID/PRA 2008/PN TK ;
  2. Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 04/Pid.Pra/2007/PN.Skh.
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 04/PID.PRAP/2010/PN.JKT.PST  dengan Pemohon Muspani (mantan DPD)  melawan Jaksa Agung RI dalam perkara Penghentian Penyidikan Tidak Sah kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan Tersangka Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Nazamudin  ;
  4. Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 01/PRA/2014/PN. Byl yang diputuskan tanggal 05 Desember 2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014
  1. Bahwa Dalam Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 01/PRA/2014/PN.Byl Yang Diputuskan Tanggal 05 Desember 2014 Dan Diucapkan Tanggal 08 Desember 2014, Pada Halaman 25 Dijelaskan :

“Menimbang, Bahwa Dengan Adanya Tindakan Termohon Tersebut Telah Membuat Perkara In Casu Menjadi Menggantung Yang Berlangsung Selama Bertahun-Tahun Mengakibatkan Ketidakpastian Hukum Terhadap Perkara Tersebut.”

“Menimbang Bahwa Termohon Merupakan Organ Yang Melaksanakan Tugas Jalannya Penegakan Hukum Sehingga Didalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Aparat Hukum Tidak Boleh Menimbulkan Ketidakpastian Hukum Terhadap Suatu Perkara.”

“Menimbang, Bahwa Oleh Karena Praperadilan Merupakan Fungsi Kontrol Tehadap Jalannya Penyidikan Dan Untuk Adanya Kepastian Hukum Terhadap Perkara a quo Maka Terhadap Perkara a quo Hakim Berpendapat Walaupun Secara Formil Termohon Tidak Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo Namun Secara Materiil Tindakan Termohon Yang Tidak Menindaklanjuti Proses Penyidikan Selama Bertahun-Tahun Dapat Dikatakan Tindakan Termohon Tersebut Dipersamakan Dengan Termohon Telah Melakukan Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo.

“Menimbang, Bahwa Oleh Karena Hakim Berpendapat Tindakan Termohon Yang Telah Lama Tidak Menindaklanjuti Proses Penyidikan Terhadap Perkara a quo Merupakan Tindakan Yang Dapat Dikualifikasikan Sebagai Tindakan Penghentian Penyidikan Yang Tidak Sah Maka Pengadilan Memerintahkan.........”

  1. Bahwa Selain Itu, Berdasar Pasal 25 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, “Penanganan Perkara Korupsi Harus Didahulukan Dan Diutamakan Dari Perkara Lain Guna Penyelesaian Secepatnya”, Sedangkan TERMOHON  Telah Melakukan Penyidikan Perkara dugaan Korupsi, Maka Ketentuan Ini berlaku. Ketentuan Ini Menunjukkan Bahwa Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Seharusnya didahulukan dan diutamakan dari Penanganan Perkara Tindak Pidana Lain. Pada TERMOHON Memiliki Unit Yang Secara Khusus Menangani Tindak Pidana Korupsi, Baik Penyidik Maupun Penuntut Umum Sehingga Mestinya Mudah Proses P.21.
  2. Bahwa Para TERMOHON Dalam Penanganan Perkara Dugaan Korupsi a quo Telah Melanggar Ketentuan Perundang-Undangan Yang Berlaku Sebagai Berikut :
  • Pasal 50 KUHAP, Menegaskan Bahwa :
  1. Ayat (1) KUHAP Menegaskan Bahwa: ”Tersangka Berhak Segera Mendapat Pemeriksaan Oleh Penyidik Dan Selanjutnya Dapat Diajukan Ke Penuntut Umum”;
  2. Ayat (2) KUHAP Menegaskan Bahwa: ”Tersangka Berhak Perkaranya Segera Dimajukan Ke Pengadilan Oleh Penuntut Umum”; Dan

Ayat (3) KUHAP Menegaskan Bahwa: ”Terdakwa Berhak Segera Diadili Oleh Pengadilan”.

Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Sebagaimana Diamandemen Dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Mengharuskan Tentang Pelaksanan Penegakan Hukum Itu Untuk Memedomani Asas Peradilan Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan Serta Tidak Berbelit-Belit. Dari Rumusan Itu Diketahui Bahwa Setiap “Kelambatan” Penyelesaian Perkara Pidana Yang Disengaja Oleh Aparat Penegak Hukum Merupakan Pelanggaran Terhadap HAM;

Pasal 9 Ayat (3) International Convenant On Civil And Political Right (ICCPR) Tahun 1966 Yang Menyatakan Bahwa Pemeriksaan Harus Dilaksanakan Sesegera Mungkin.

ALASAN POKOK PERKARA YANG MENDASARI  PERMOHONAN PEMERIKSAAN PRA PERADILAN  ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

  1. Bahwa TERMOHON  Pada Tanggal 12 Januari 2021 Telah Membentuk “SATGAS TIPIKOR." Satgas Tipikor Kejari Kota Tegal, Dibentuk Tiga Tim Dengan Beberapa Personil Yang Dikoordinatori Oleh Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Tegal, Agung Budi Susetio. Tim Satgas Satu Dipimpin Oleh Pak Ali Mukhtar, Satgas 2 Oleh Hari Widya Hari Dan Satgas 3 Oleh Yohanes Kardianto. Masing-Masing Tim Ada 5 Orang Jaksa. Satgas Ini Dibentuk Sebagai Tindak Lanjut Atas Laporan Mayarakat Adanya Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana CSR PDAM Kota Tegal Untuk Bantuan Dana Penanggulangan Covid 19.

 

  1. Bahwa TERMOHON Telah Menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Print :35/M.3.15/Fd.1/01/2021 Tanggal 13 Januari Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print- 142/M.3.15/Fd.2/02/2021 Tangal 24 Februari 2021 2021. Kemudian Termohom Telah Melakukan Ekspose Yang Diadakan Pada Tanggal 17 Februari 2021 Dengan Dihadiri Oleh Seluruh Jaksa Di Kejari Kota Tegal Yang Menghasilkan Kesimpulan Terhadap Perkara Ini Dapat Ditingkatkan Ke PENYIDIKAN, Karena Telah Ditemukan Peristiwa Yang Diduga Sebagai Tindak Pidana Korupsi Seperti Yang Disaratkan Dalam Pasal 1 Angka 5 KUHAP.

 

  1. Bahwa TERMOHON Telah Melakukan Penghentian Penyidikan Materiel Atau Diam-Diam, Hal Ini Terbukti Dengan Tidak Ada Perkembangan Signifikan Atas Penanganan Perkara Korupsi  a quo Berupa Belum Adanya Penetapan Tersangka Dan Belum Adanya Penyerahan Berkas Perkara Dari Penyidik Termohon Kepada Jaksa Penuntut Umum.
  2. Bahwa TERMOHON Dalam Menangani Perkara Dugaan Korupsi a quo Tidak Menjalankan Amanah Pasal 424 Hingga Pasal 446  Dan Pasal 466 Hingga Pasal 476 (PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : PERJA-039/A/JA/10/2010), Tanggal 29 Oktober 2010 TENTANG TATA KELOLA ADMINISTRASI DAN TEKNIS PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KHUSUS (Halaman 173),Yang Semestinya Mengikat Terhadap TERMOHON;
  3. Bahwa TERMOHON Melalui Jampidsus Kejaksaan Agung, Telah Melakukan Ekpose Terhadap Perkara a quo Dengan Hasil Memerintahkan Untuk Mempercepat Proses Penyidikan. Namun Hingga Saat Ini tidak ada Progres yang signifikan dari TERMOHON.
  4. Bahwa TURUT TERMOHON I sebagai atasan langsung dari TERMOHON, tidak melakukan pengawasan dan arahan terhadap TERMOHON sehingga Penyidikan perkara a quo telah berhenti dan tidak adanya perkembangan dalam bentuk belum adanya penetapan Tersangka atas Penyidikan perkara a quo.

Berdasarkan Hal-Hal Tersebut Di Atas, Para PEMOHON Memohon Kepada Ketua Pengadilan Negeri Tegal Berkenan Memeriksa Dan Memutus :

P R I M A I R :

  1. Menyatakan Menerima Dan Mengabulkan Permohonan Ini Untuk Seluruhnya
  2. Menyatakan Pengadilan Negeri Tegal Berwenang Memeriksa Dan Memutus Permohonan a quo ;
  3. Menyatakan Para PEMOHON Sah Dan Berdasar Hukum Sebagai Pihak Ketiga Yang Berkepentingan Untuk Mengajukan Permohonan Praperadilan Atas Perkara a quo.
  4. Menyatakan Secara Hukum TERMOHON Telah Melakukan TindakanPENGHENTIAN PENYIDIKAN” Secara Materiel Dan Diam – Diam Yang Tidak Sah Menurut Hukum Atas Dugaan Perkara Korupsi Dana CSR PDAM Kota Tegal Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Di Kota Tegal. Berdasar Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print- 142/M.3.15/Fd.2/02/2021 Tangal 24 Februari 2021.
  5. Memerintahkan TERMOHON Untuk  Melanjutkan Dan Menyelesaikan Penyidikan Dugaan Perkara Korupsi Dana CSR PDAM Kota Tegal Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Di Kota Tegal.Berdasar Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print- 142/M.3.15/Fd.2/02/2021 Tangal 24 Februari 2021.
  6. Memerintahkan TERMOHON Untuk Menetapkan Tersangka Dugaan Perkara Korupsi Dana CSR PDAM Kota Tegal Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Di Kota Tegal. Berdasar Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print- 142/M.3.15/Fd.2/02/2021 Tangal 24 Februari 2021.
  7. Menyatakan TURUT TERMOHON I dan TURUT TERMOHON II lalai memberikan pengawasan dan arahan terhadap TERMOHON dalam penyidikan perkara aquo.
  8. Memerintahkan TURUT TERMOHON I dan TURUT TERMOHON II untuk mengawasi kinerja TERMOHON termasuk memberikan Supervisi kepada TERMOHON untuk segera menetapkan Tersangka atas penyidikan aquo.

S U B S I D A I R :

Memeriksa Dan Mengadili Permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan Ini Dengan Seadil-Adilnya Sesuai Dengan Ketentuan Hukum Yang Berlaku (Ex Aequo Et Bono).

Pihak Dipublikasikan Ya